Senin, 20 April 2009

PERAN WASDAL DALAM PENGEMBANGAN CLUSTER INDUSTRI PERIKANAN

Oleh : Ir. Rachmat Soegiharto

Kedepan, pembangunan industri perikanan di Provinsi Banten diarahkan pada konsep pengembangan berbasis kawasan (cluster based fishery) . Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten, Ir. H. Suyitno, MM, mengatakan bahwa penerapan konsep ini merupakan metode yang tidak bisa ditawar lagi untuk mempercepat tumbuh kembangnya industri kelautan perikanan di Provinsi Banten. Suyitno juga mengatakan bahwa keberhasilan penerapan konsep harus didukung oleh semua bidang termasuk aspek pengawasan dan pengendalian.
1. Definisi Kluster dan Kluster Perikanan
Kluster adalah konsentrasi geografis berbagai kegiatan di kawasan tertentu yang satu sama lain saling melengkapi, saling bergantung dan saling bersaing dalam melakukan aktivitas bisnis (anonim, 2008).
Pembangunan kluster industri kelautan perikanan secara sederhana dapat dipahami sebagai sebuah pengembangan kawasan yang secara geografis mengintegrasikan seluruh sumberdaya, pelaku, dan faktor-faktor produksi yang terkait, yang beroperasi secara simultan dan saling membutuhkan.
Dalam konsep kluster, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) selaku pembuat regulasi dan instansi yang bertanggungjawab dalam pengembangan sarana dan prasarana kelautan dan perikanan, akan berkolaborasi dengan kalangan perbankan selaku penyedia modal, kalangan swasta/pengusaha bersama koperasi sebagai pelaksana kegiatan, serta masyarakat nelayan-pembudidaya ikan dan masyarakat pesisir lainnya sebagai penerima manfaat.
Dengan terintegrasinya berbagai faktor produksi tadi, maka pembangunan cluster industri kelautan perikanan secara teoritis akan mampu meningkatkan daya saing industri di dalamnya, karena kedekatannya dengan sumber bahan baku, dan kedekatannya dengan sumber-sumberdaya lainnya akan membuat seluruh faktor produksi dapat didayagunakan secara efisien.
Pengembangan pelabuhan perikanan merupakan salah satu contoh pembangunan kelautan perikanan berbasis cluster. Di kawasan ini seluruh rantai bisnis, mulai dari armada kapal tangkap, pelabuhan bongkar muat, sarana air bersih, pabrik es, tempat pelelangan, fasilitas docking, toserba kebutuhan nelayan, stasiun pengisian bahan bakar, sampai dengan warung-warung tegal dan nasi padang akan saling bertumpu satu sama lain. Belum lagi industri ikutan yang turut berkembang seperti hotel, penyewaan sarana transportasi, pusat kesehatan masyarakat, dan pasar rakyat. Bahkan pembangunan kawasan pelabuhan yang maju akan mampu mendorong tumbuh kembangnya industri jasa lainnya, seperti perbankan, telekomunikasi, perumahan, sekolah, dan pusat-pusat rekreasi.
Sejauh ini DKP Provinsi Banten sudah menetapkan beberapa daerah sebagai kawasan industri kelautan perikanan Banten, diantaranya adalah : (1) Cluster rumput laut jenis cotoni di Pulau Panjang, Kab. Serang, (2) Cluster kerang hijau di Panimbang, Kab. Pandeglang, (3) Cluster Kerapu di Cigorondong, Kab. Pandeglang, (4) Cluster rumput laut jenis gracilaria di Tenjo Ayu, Tanara, Kab. Serang, (5) Cluster Ikan Hias di Kab. Dan Kota Tangerang, (6) Cluster perikanan tangkap di PPP Labuan, Kab. Pandeglang
2. Indikator Keberhasilan Sistem Kluster Perikanan
Sebuah kluster perikanan dianggap berhasil apabila : Terjadi peningkatan investasi yang signifikan dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi, Tercapainya peningkatan pendapatan nelayan dan/atau pembudidaya melalui kegiatan industri dan pasar lokal/ekspor, dan terlaksananya pemberdayaan masyarakat nelayan dan/atau pembudidaya sehingga mampu memposisikan diri sebagai pelaku ekonomi yang unggul. Selain itu dapat terwujud pelestarian lingkungan secara berkelanjutan, serta terlaksananya pengembangan jasa kelautan (non pariwisata) untuk menunjang pembangunan sektor kelautan dan perikanan.
3. Peran Pengawasan dan Pengendalian dalam Pengembangan Kluster Perikanan
Kawasan industri kelautan perikanan sebagai sebuah sistem, memerlukan mekanisme pengelolaan yang handal agar indikator keberhasilan sebagaimana disebut dimuka dapat dicapai. Mekanisme pengelolaan ini penting untuk menjamin seluruh operasional kawasan berlangsung secara efektif dan efisien. Dari sudut pandang WASDAL, mekanisme pengelolaan itu sekurangnya meliputi :
• Tersedianya Lembaga Pengelola
• Tersedianya Sistem dan Prosedur Operasional (SOP)
• Tersedianya Prasarana Dasar dan Sarana Penunjang
• Tersedianya Perencanaan Kawasan dan Perencanaan Teknis
• Tersedianya Pusat Informasi Kawasan
• Tersedianya Forum Koordinasi antar Pelaku di Kawasan
• Tersedianya Lembaga Pengawas
Dengan komponen-komponen pengelolaan di atas, maka peran WASDAL dalam pengembangan kluster kelautan perikanan tidak boleh dipahami secara sempit sebagai kegiatan patroli kapal inspeksi saja, tetapi harus dipahami sebagai sebuah kegiatan besar, yang target kinerjanya adalah memastikan bahwa semua komponen yang mendukung terselenggaranya kegiatan cluster tersebut telah berjalan sesuai rencana.
Selain itu bidang pengawasan dan pengendalian sumberdaya kelautan dan perikanan juga dituntut untuk menjamin stabilitas kualitas lingkungan, terutama bagi kawasan – kawasan pengembangan budidaya perikanan yang sangat peka terhadap cemaran seperti : rumput laut, kerang hijau, dan kerapu.
Karena itu kegiatan pengendalian lingkungan di kawasan ini harus diarahkan pada identifikasi dan penanggulangan berbagai penyebab terjadinya degradasi kualitas perairan, seperti limbah industri, pertanian, maupun limbah domestik. Tim gabungan operasi terpadu pengawasan SDKP perlu berpatroli di sekitar cluster-cluster tersebut di atas untuk mengetahui ada tidaknya cemaran yang mengganggu, dan mengambil tindakan yang tepat.
4. Rekomendasi Kebijakan
a. Perlunya Lembaga Pengelola Kawasan
Sebuah cluster industri kelautan perikanan yang didalamnya beroperasi berbagai industri yang saling kait mengait, idealnya dikelola oleh sebuah lembaga yang bekerja secara purna waktu untuk mengatur jalannya rantai bisnis di dalamnya.
Lembaga ini harus memikirkan seluruh prasarana dasar dan sarana penunjang yang diperlukan seperti pembangunan jalan, dermaga, listrik, telpon, air bersih, moda transportasi, pelataran parkir, masjid, dan prasarana/sarana lainnya.
Rancangan kebutuhan prasarana dasar dan penunjang ini kemudian disampaikan kepada DKP untuk dikomunikasikan kepada lembaga terkait lainnya, seperti Dinas PU, Dinas Pertambangan dan Energi, PT. Telkom, Perusahaan Daerah Air Minum, dan berbagai perusahaan swasta yang relevan untuk kemungkinan ditanamkannya investasi. Dengan perencanaan kawasan yang jelas dan didukung oleh perencanaan-perencanaan teknis, baik lembaga pemerintah maupun swasta akan melihat bahwa pengembangan kawasan ini memang layak untuk didukung dan dibesarkan.
Selain memetakan kebutuhan prasarana dasar, lembaga pengelola juga harus mengelola data dan informasi, membuat regulasi, memonitor kegiatan kawasan, dan menyelenggarakan kegiatan fasilitasi untuk seluruh pelaku yang ada di kawasan.
Pengalaman membuktikan bahwa berbagai cluster industri di Indonesia yang sudah berhasil seperti kota-kota mandiri, kawasan berikat, kawasan pengembangan ekonomi terpadu, dan kawasan industri lainnya, seluruhnya memiliki badan pengelola kawasan yang profesional.
b. Penanganan Gangguan Masalah Sosial
Di tengah kondisi perekonomian yang sulit, sangat mungkin terjadi pengembangan cluster kelautan perikanan terganggu oleh masalah-masalah sosial yang ada disekitarnya. Masalah seperti pencurian, pengrusakan, intimidasi keamanan, dan lain-lain, bisa menyebabkan terganggunya upaya pengembangan cluster. Untuk itu Tim Operasi Terpadu Wasdal SDKP perlu menerapkan konsep ”mencegah” lebih baik daripada ”mengobati” dengan melakukan deteksi dini terhadap semua potensi masalah sosial disekitar kawasan, dan mengambil tindakan antisipasi yang diperlukan.
c. Penataan Cluster Perikanan Tangkap
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan, Kab. Pandeglang, meskipun baru saja naik statusnya dari PPI menjadi PPP, tetapi bukan berarti bahwa kawasan ini sudah layak disebut sebagai sebuah cluster perikanan tangkap. Perlu upaya ekstra keras dari pemerintah maupun swasta untuk menata kawasan ini menjadi cluster perikanan tangkap yang handal, mengingat banyak komponen industri di dalamnya belum berfungsi sebagaimana yang diharapkan.
Selain sistem kepelabuhanan dan kelengkapannya, hal yang paling perlu mendapat perhatian dari cluster perikanan tangkap ini adalah :
1. Penataan jenis dan jumlah kapal perikanan, alat tangkap, alat bantu penangkapan, jalur penangkapan serta wilayah penangkapan.
2. Peningkatan apresiasi dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan.
Tim Operasi Terpadu Pengendalian SDKP juga perlu meningkatkan kegiatan penaatan dan penegakan hukum di kawasan ini, dengan melakukan uji petik terhadap kapal perikanan yang memasuki pelabuhan pangkalan dengan memeriksa : kesesuaian dokumen perijinan; kesesuaian alat penangkap ikan; kesesuaian alat Bantu penangkapan ikan; kesesuaian fisik kapal; dan kesesuaian ikan hasil tangkapan. Selain itu dilakukan Uji petik terhadap kapal perikanan yang akan meninggalkan pelabuhan pangkalan untuk melakukan operasi penangkapan atau pengangkutan ikan dengan memeriksa : Kesesuaian dokumen perizinan; Kesesuaian alat penangkapan ikan; Kesesuaian alat bantu penangkapan; Kesesuaian fisik kapal, dan Kesesuaian awak kapal (crew list), serta perlunya sosialisasi tentang Ketentuan Perizinan Usaha Penangkapan Ikan, dan Pelayanan Dokumen Penangkapan Ikan.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar