Senin, 20 April 2009

PERAN WASDAL DI PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

Oleh : Ir. Rachmat Soegiharto

Tingginya tingkat degradasi lingkungan dan kemiskinan di wilayah pesisir merupakan isu utama pembangunan wilayah pesisir di Provinsi Banten. Kondisi tersebut menurut para ahli disebabkan karena tidak jelasnya sistem perencanaan wilayah pesisir, pesatnya pertumbuhan penduduk, tidak sinkronnya pembangunan antar sektor, tidak serasinya hubungan antar perundang-undangan bagi pemanfaatan sumberdaya pesisir, kurang terkendalinya pemberian izin-izin, implementasi otonomi daerah yang kurang serasi, dan ketidakberdayaan pemerintah/aparatur dalam kegiatan pengendalian. Untuk mengatasi masalah ini tentu diperlukan upaya pengendalian yang sungguh-sungguh terintegrasi, dan berkesinambungan.
Sejatinya, kegiatan pengawasan dan pengendalian (wasdal) sumberdaya kelautan dan perikanan (SDKP) di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tidak terlepas dari konsep besar wasdal SDKP secara keseluruhan. Sebagai bagian integral dari kegiatan pembangunan sektor kelautan dan perikanan, amanat pokok kegiatan pengawasan dan pengendalian SDKP adalah turut mewujudkan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan secara optimal dan berkelanjutan.
Pemanfaatan SDKP yang sangat tinggi di seluruh wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil seperti minyak, gas dan energi, perikanan, wisata bahari, industri kelautan, bangunan kelautan, angkutan laut, serta jasa kelautan lainnya, termasuk eksploitasi harta karun/ barang berharga asal muatan kapal tenggelam (BMKT) yang mempunyai nilai ekonomis dan nilai sejarah tinggi merupakan tantangan yang tidak ringan bagi pelaksanaan wasdal SDKP. Eksploitasi yang berlebih telah secara nyata menjadikan defisit sumberdaya yang serius, yang berdampak pada rusaknya lingkungan.
Secara kelembagaan, tugas pengawasan dan pengendalian SDKP juga merupakan bagian integral dari sistem pengelolaan SDKP. Artinya tugas wasdal dimaksudkan untuk menertibkan, mengatur, dan menindak mereka yang melanggar dalam pemanfaatan SDKP.
Untuk mendukung tugas wasdal tersebut, beberapa program yang telah dikembangkan di tingkat pusat antara lain : penyediaan perangkat peraturan perundangan, pembangunan kelembagaan pengawasan yang didukung oleh SDM pengawas yang memadai, peningkatan sarana prasarana pengawasan yang didukung oleh teknologi terkini, peningkatan operasional pengawasan di laut, serta peningkatan peran serta masyarakat dalam pengawasan. Sedangkan disisi lain, terhadap para pelanggar akan diproses secara hukum sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.
1. Kebijakan Wasdal SDKP
Kebijakan wasdal SDKP diarahkan untuk mewujudkan visi pengelolaan SDKP secara bertanggungjawab, agar potensinya dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Visi ini kemudian diikuti oleh misi pertama yaitu meningkatkan kualitas wasdal secara sistematis dan terintegrasi, dan misi kedua meningkatkan apresiasi dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan SDKP.
Agar misi peningkatan kualitas wasdal secara bertahap dapat tercapai, maka DKP telah menetapkan sasaran berupa :
• Tersedianya sarana dan prasarana pengawasan
• Menurunnya tingkat pelanggaran dalam pemanfaatan SDKP
• Meningkatnya ketaatan kapal dalam mengisi log book dan melapor di pelabuhan pangkalan.
• Menurunnya tingkat kerusakan fungsi ekosistem
• Meningkatnya penyelesaian pelanggaran bidang SDKP
• Terjalinnya koordinasi lintas sektor dalam penegakan hukum
Untuk misi kedua, yaitu peningkatan apresiasi dan partisipasi masayarakat dalam pengawasan SDKP, maka sasaran yang ditetapkan adalah terbentuknya jaringan kelompok masyarakat yang aktif berpartisipasi dalam SISWASMAS (sistem pengawasan SDKP berbasis masyarakat))
2. Pengembangan Sistem, SDM, dan Kelembagaan Pengawasan
Kegiatan ini meliputi :
• Penyiapan perangkat peraturan bidang pengawasan SDKP
• Pembinaan dan pengembangan unit-unit pengawasan
• Publikasi dan komunikasi
• Pembinaan dan pengembangan SDM Pengawasan
• Koordinasi lintas sektor penanggulangan IUU Fishing
• Penyusunan program, data, pelaporan, dan monev kegiatan
Untuk meningkatkan efektivitas kapal pengawas, maka kepada para ABKnya perlu diberikan pelatihan dasar pengawakan kapal (L1-L2), sedangkan untuk calon tenaga pengawas diberikan pelatihan dasar pengawasan penangkapan ikan, dan pengawasan sumberdaya kelautan.
ABK dan/atau Petugas pengawas juga perlu diberikan pelatihan menembak dengan senjata laras panjang dan laras pendek, pelatihan menyelam, dan pelatihan penyidikan.
3. Peningkatan Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Perikanan
Kegiatan ini meliputi :
• Pengembangan fasilitas teknologi informasi untuk pengawas perikanan
• Pembuatan pedoman, juknis, juklak, SOP pengawasan perikanan dan kelautan.
• Pengawasan aktivitas pengolahan, distribusi, dan pemasaran hasil perikanan.
• Pengawasan kegiatan budidaya perikanan.
• Supervisi penerapan SLO dan LBP di pelabuhan pangkalan kapal perikanan.
• Operasi pengawasan terpadu bekerjasama dengan aparat hukum terkait.
• Pemeriksaan fisik dan dokumen kapal perikanan.
• Pelatihan pengawas perikanan.
• Monitoring dan evaluasi kegiatan pengawasan perikanan.
Sejalan dengan diberlakukannya larangan penggunaan formalin untuk pengawet bahan makanan, maka sesuai Surat Edaran Ditjen P2SDKP Nomor SE 01/P2SDKP.13/PD.130/II/2006, DKP Provinsi dan Kabupaten/Kota akan terus melakukan operasi penertiban diseluruh sentra-sentra produksi ikan di wilayah Banten, bekerja sama dengan petugas Laboratorium Perikanan, dan Bareskrim Polri.
4. Peningkatan Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan
Kegiatan ini meliputi :
• Pengawasan dan pengendalian ekosistem laut dan perairan umum
• Operasi pengawasan terumbu karang
• Pengawasan dan pengendalian pemanfaatan karang
• Pengendalian pencemaran, pengeboman, peracunan.
• Pengawasan dan pengendalian limbah B3 dan tailing di pesisir dan laut.
• Pengawasan pemanfaatan benda berharga muatan kapal tenggelam (BMKT).
• Pengawasan penambangan pasir laut dan penambangan tanpa izin (PETI).
• Pengawasan dan pengendalian bangunan laut
• Pengawasan kawasan suaka, pesisir, dan pulau-pulau kecil
Khusus untuk pengawasan pemanfaatan terumbu karang, maka DKP perlu melakukan koordinasi dengan instansi terkait, dan dengan para pihak pemanfaat karang untuk meminimalkan penyalahgunaan kuota yang diberikan oleh BKSDA, yaitu izin pengambilan/pengangkatan, pengumpulan, dan pengangkutan. Sedangkan izin yang dikeluarkan oleh DKP adalah izin lokasi pengambilan karang dan izin lainnya yang berkaitan dengan pemanfaatan karang hias. Berkaitan dengan ini maka perlu ada ketegasan dari aparat pemerintah daerah dalam memberikan izin pemanfaatan karang hias.
Kegiatan penting pengawasan sumberdaya kelautan lainnya adalah pengawasan terhadap pencemaran. Banyaknya limbah industri dan rumah tangga, masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan, serta masih terbatasnya aparat yang bertugas di bidang pengawasan pencemaran, membuat kegiatan pengawasan terhadap pencemaran ini menjadi tidak mudah. Namun demikian upaya pengendaliannya tetap harus dilaksanakan mengingat pencemaran membawa dampak yang sangat buruk terhadap ekosistem perairan.
5. Pengembangan Sistem Pengawasan Berbasis Masyarakat
Kegiatan ini meliputi :
• Sosialisasi, fasilitasi, dan pengembangan jaringan POKMASWAS
• Pengembangan komunikasi dan informasi SISWASMAS
• Penggalangan, penggerakan, dan pembinaan SISWASMAS
• Bantuan stimulan bagi Pokmaswas
• Evaluasi dan penilaian tahunan Pokmaswas
6. Peningkatan Sarana dan Prasarana Pengawasan
Kegiatan ini meliputi :
• Pengadaan peralatan pengawas
• Operasional peralatan pengawas
• Pembangunan pangkalan/stasiun/Pos Pengawas
• Penyediaan sarana dan fasilitas kerja
• Pengadaan alat komunikasi.
• Pengadaan seragam pengawas.
• Pembuatan sistem informasi saksi administrasi kapal perikanan
• Pengembangan VMS (Vessel Monitoring System)
Untuk Provinsi Banten yang kapal perikanannya rata-rata berukuran dibawah 30 GT, maka VMS yang dapat dikembangkan adalah jenis VMS Off Line, yang digunakan untuk mengetahui pergerakan kapal selama beroperasi di laut. Sistem ini dimaksudkan untuk mengetahui pola fishing ground kapal perikanan skala kecil, sebagai masukan dalam pengaturan pemberian izin penangkapan.
7. Peningkatan Operasional Kapal Pengawas
Kegiatan ini meliputi :
• Operasional, pemeliharaan rutin dan tahunan kapal pengawas
• Pembinaan ABK Kapal Pengawas
• Evaluasi dan rotasi kapal pengawas
8. Peningkatan Penaatan dan Penegakan Hukum
Kegiatan ini meliputi :
• Inventarisasi, pengolahan, dan penyajian data tindak pidana perikanan
• Forum koordinasi penanganan tindak pidana perikanan
• Sosialisasi dan apresiasi penegakan hukum
• Pengembangan PPNS perikanan.
• Bimbingan teknis dan pembinaan penyidikan tindak pidana perikanan bagi PPNS perikanan.
• Gelar perkara, penyidikan, dan pemberkasan perkara tindak pidana perikanan
• Penanganan barang bukti dan tersangka
9. Masalah IUU Fishing
Secara spesifik terdapat 6 jenis IUU Fishing, yaitu :
• Penangkapan ikan tanpa izin
• Penangkapan ikan dengan izin palsu
• Penangkapan ikan tidak dilaporkan di pelabuhan pangkalan
• Penangkapan ikan dengan alat tangkap terlarang
• Penangkapan ikan di area yang tidak sesuai izin
• Penangkapan ikan dengan alat tangkap yang tidak sesuai dengan izin
Untuk mengatasi masalah IUU Fishing, pemerintah akan terus melakukan kampanye secara terintegrasi yang melibatkan berbagai pihak terkait, seperti LSM/NGO/Foundation, media cetak dan televisi, perusahaan makanan, perusahaan pengolah produk laut, dan lainnya. Kampanye ini dimaksudkan agar tercipta kepedulian masyarakat (awareness) terhadap pentingnya pemberantasan penangkapan ikan ilegal tersebut.
10. Hak Pengusahaan Perairan Pesisir
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP-PPK), kini para pengusaha/ investor di wilayah pesisir dapat lebih terlindungi kegiatan bisnisnya dengan adanya Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3). HP-3 merupakan suatu hak atas bagian-bagian tertentu dari perairan pesisir untuk usaha kelautan dan perikanan terkait dengan pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang mencakup atas permukaan laut dan kolom air sampai permukaan dasar laut pada batas keluasan tertentu.
Terkait dengan ketentuan HP-3 ini maka dalam kegiatan patroli terpadu pengawasan SDKP, DKP Banten perlu melakukan verifikasi dilapangan terhadap seluruh bentuk penguasaan lahan lahan pesisir/ pulau-pulau kecil.
11. Optimalisasi Penanganan Pelanggaran
Untuk meningkatkan kinerja penegakan hukum di bidang perikanan, telah dibentuk Forum Koordinasi Penanganan Tindak Pidana Perikanan melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.13/MEN/2005. Melalui peraturan menteri ini penegakan hukum di bidang perikanan akan terus ditingkatkan dengan melakukan terobosan :
Mengamankan dan merawat barang bukti
Mengantisipasi terjadinya tuntutan (pra peradilan, class action, dan tuntutan perdata) dari tersangka karena kesalahan prosedur penangkapan, penuntutan, dan perlakukan terhadap tersangka.
Mempercepat proses peradilan
12. Pengendalian Di Wilayah Pesisir
Tingginya tingkat degradasi lingkungan dan kemiskinan di wilayah pesisir merupakan isu utama pembangunan wilayah pesisir di Provinsi Banten. Kondisi tersebut diyakini oleh para ahli disebabkan karena :
a. Tidak jelasnya sistem perencanaan wilayah pesisir,
b. Pesatnya pertumbuhan penduduk,
c. Tidak sinkronnya pembangunan antar sektor
d. Tidak serasinya hubungan antar perundang-undangan bagi pemanfaatan sumberdaya pesisir.
e. Kurang terkendalinya pemberian izin-izin
f. Implementasi otonomi daerah yang kurang serasi
g. Ketidakberdayaan pemerintah/aparatur dalam kegiatan pengendalian
Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan upaya pengawasan dan pengendalian SDKP yang ekstra keras. Pengendalian kegiatan di wilayah pesisir dibuat dengan tujuan untuk mewujudkan pemanfaatan, perlindungan, dan pelestarian sumberdaya pesisir secara terpadu. Dengan kegiatan pengendalian ini diharapkan pemanfaatan potensi ekonomi dan jasa-jasa lingkungan wilayah pesisir dapat lebih optimal dan berkelanjutan. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar